Review Novel Botchan; Kritik Menggelitik Untuk Kerabat-kerabatmu

 
 
Judul               : Botchan
Penulis             : Natsume Soseki
Penerjemah      : Alan Turney
Tahun Terbit    : 2009
Cetakan ke      : 2
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
            “Semua orang dalam staf guru harus bergantian mengambil tugas malam; semua orang kecuali si Tanuki dan si Kemeja Merah. Ketika aku bertanya mengapa mereka bisa mendapat pengecualian, aku diberitahu bahwa posisi kepala sekolah dan kepala guru di sekolah hanya bisa di dapat dengan persetujuan kekaisaran dan penerimanya juga mendapat gelar sonim, dan bahwa gelar ini merupakan pembebasan dari kewajiban. Omong kosong!”
            Mana mungkin mereka menggeruk gaji gemuk dengan jam kerja yang pendek dan bebas dari tugas malam?
            Ya, begitulah memang. Sebuah mesin mobil, rusak karena ada komponen-komponen kecil di dalamnya yang ikut rusak, segala perawatan harus diperhatikan dari hal yang paling kecil, yang paling jarang diperhatikan, dan yang paling jarang tersentuh. Barangkali begitu cara Natsume Soseki dalam mengkritik bagian terkecil dari masyarakat itu sendiri, di mana sesama masyarakat mengeluarkan sarkasmenya untuk bersama-sama bergunjing tentang keborokan satu sama lain dan betapa lucunya birokrasi hari itu. Lewat novel modern klasiknya yang berjudul Botchan, Soseki membawa pembacanya menuju masyarakat Jepang berpuluh-puluh tahun yang lalu.
            Dalam narasinya, Botchan mengatakan bahwa kecerobohan dirinya seringkali mendatangkan keburukan untuknya. Ia yang hidup tidak rukun bahkan dengan ayah dan kakaknya, akhirnya memilih untuk pergi untuk sekolah dan merelakan diri untuk menjadi guru di desa terpencil dengan orang-orang yang membuatnya banyak menghela napas dengan panjang. Dalam perjalanannya sebagai guru muda, naluri pemberontakan akan system demokrasi yang menurutnya hanya omong kosong ini membawanya kepada rangkaian-rangkaian masalah yang rumit namun menggelitik. Pembawaan diri yang apa adanya dengan ceplos-ceplosnya dalam berbicara membuat Botchan seringkali mendapatkan beberapa kesusahan tersendiri, namun poin penting dari salah satu novel Soseki pada masanya ini adalah bukan kepada pembawaan Botchan itu sendiri, melainkan tentang bagaimana Soseki menempatkan Botchan sebagai tokoh tidak sama sekali sempurna, namun dapat menjadi cerminan kritik pada masyarakat, sekaligus humor satir pada masa itu.
            Botchan sendiri adalah panggilan untuk tuan muda, panggilan kepada laki-laki, terutama ketika masih dalam usia kanak-kanak. Novel Botchan sarat akan humor dengan gaya yang menyindir dan sedikit sarkas, menurut Alan Turney, penerjemah Botchan, barangkali buku ini tidak akan terlalu mengena untuk masyarakat luas, tetapi untuk anda pembaca dengan kepekaan dan tingkat humor yang elegan, novel ini patut Anda baca sembari santai sejenak. Menyetujui perkataan dari sang penerjemah, menurut saya, Botchan adalah novel yang berisi kritik sosial yang bisa And abaca sembari senyum-senyum atau berpikir-pikir sendiri. So? Selamat membaca!

Komentar