[ Review Novel ] Sirkus Pohon

Review Novel
Sirkus Pohon Karya Andrea Hirata
Oleh : Harun Maulana



Novel terbaru yang saya baca kali ini, masuk dalam daftar buku terbaca selesai di bulan Januari. Sebelumnya saya memang mengikuti hampir semua novel karya Andrea Hirata ini, kecuali satu buku novelnya yang sampai sekarang belum saya baca yang berjudul “Sebelas Patriot”, mungkin suatu nanti akan saya selesaikan.
 
Kali ini, Andrea Hirata mengusung tema pada novelnya tentang sebuah kemelut kesederhanaan orang-orang di Belitong tempat di mana ia dilahirkan, cerita yang tak jauh dari novel-novel sebelumnya. Novel ini mengisahkan tentang kisah cinta, politik jelata, dan banyak konflik-konflik yang dibalut secara satir di dalamnya, kisah Tara si anak yang pandai melukis yang di dapat dari bakat ibunya yang seorang pemilik usaha sirkus keliling. Perceraian ibu Tara mengakibatkan keluarga Tara menemui peliknya kehidupan. Namun di sanalah di kantor urusan agama ia bertemu dengan cinta pertamanya. Cerita ini semakin seru untuk diikuti. Digambarkan oleh Andrea Hirata kekuatan cinta Tara kepada sosok lelaki yang ditemuinya pada saat ia kecil di kantor urusan agama yang selalu di nantinya selama bertahun-tahun.
 
Sosok Hob dan kemelutnya dengan sahabat mafianya Taripol juga disajikan oleh Andrea Hirata dalam bentuk yang dramatis dan satir, unsur politik yang dibalut rasa humor juga di hidangkan segila-gilanya di dalam cerita ini. saya cukup terhibur oleh karya-karyanya hingga saat ini.
 
Sayangya saya melihat ada kesan yang diburu-buru pada akhir cerita. Karena pembaca dipaksa untuk menelan apa yang telah disandingkan pada novel ini. Pertemuan Tara dengan cinta pertamannyapun dibuat anti klimaks atau begitu adanya tanpa ada penyelesaian yang baik dan terkesan kabur tanpa adanya kejelasan. Lantas komplotan mafia Taripol dan kawan-kawannya yang pada awalnya ditulis Andrea Hirata secara misterius justru membuat pembaca kehilangan kejutannya. Penulis gagal dalam hal ini, kejutan tak didapatnya oleh saya pribadi malah justru terkesan memaksakan, tapi harus saya akui saya larut dalam ceritanya.

Komentar