[ Review Novel ] Karnak Cafe



Review Buku
 Karnak Cafe; Sepotong Sejarah tentang Revolusi Mesir 
Karya Najib Mahfudz
Oleh: Pratiwi Wahyu Ningrum




Judul Buku : Karnak Cafe
Penulis        : Najib Mahfudz (Sastrawan Mesir,Pemenang Nobel Sastra 1988)
Halaman : 164 Halaman
 
Karnak Cafe, merupakan mini novel yang bercerita dengan latar belakang Mesir pada era 1960-an. Berawal dari seorang lelaki yang tertarik pada sebuah kafe yang dimiliki seorang penari perut pada era 1940-an, yakni Qurunfula.  Keterpesonaannya terhadap Qurunfula, membuatnya semakin sering mengunjungi Karnak Cafe. Sambutan hangat pun menghampiri, dan lambat laun membuatnya semakin dekat seakan memiliki Cafe tersebut beserta orang-orang di dalamnya.
Membaca novel ini, membuat saya semakin paham mengapa orang-orang banyak menghabiskan waktunya di Cafe, Warung Kopi, dan lain sebagainya. Karena tanpa perkenalan resmipun, kita dapat menjadi bagian dari diskusi yang seru dan menyenangkan sekaligus mendebarkan. Mendapat sahabat dan keluarga baru. Begitulah kesan pertama saya saat membaca novel ini.
Tak banyak yang saya pahami tentang Revolusi, pergerakan, Komunisme, Ikhwanul Muslimin, atau sebutan lainnya yang ada dalam novel ini. Namun, novel ini mampu menggambarkan dengan cukup jelas bagaimana kondisi politik dan gonjang-ganjing Mesir pada masa silam. Sebuah tragedi yang menjadikan banyak catatan kelam dan kesedihan di hati para masyarakat Mesir sekaligus pemuda yang berfikir kritis. Dimana berlainan ideologi dengan penguasa adalah penjara akhirnya.
Didalam novel pemikiran sebuah komunitas atau ideologi diwakilkan dengan beberapa tokoh. Seperti Qurunfula, merupakan penari perut yang mendobrak peradaban tari perut sebagai budaya yang terhormat dengan caranya, Ismail al Syeikh yang memiliki kisah cinta yang buntu dengan Zainab Diyab, sahabat masa kecilnya, Khalid Safwan sosok yang memiliki catatan kelam, terlebih apa yang dilakukannya dalam penjara.
Novel ini sangat menarik bagi para pegiat sejarah yang berhubungan dengan pegerakan, terkhususnya sejarah Mesir. Pembaca akan dibawa pada obrolan yang menarik yang berlatar belakang di dalam Cafe. Sehingga  untuk menjadi novel sejarah tidak terlalu membosankan dan cukup membangun emosional. Bahasa penterjemahpun baik, sehingga walaupun Karnak Cafe merupakan novel terjemahan, masih sangat nyaman dibacanya.
Dibagian bab akhir novel ini, terdapat kata pentup dari Roger Allen, yang sedikit menjelaskan tentang perjalanan novel Karnak Cafe dan sejarah sesungguhnya yang terjadi pada Mesir di Era 60-an hingga 70-an (Saat Novel ini diterbitkan) .
Kelemahan dari novel ini bagi saya yang sebetulnya tidak memahami polemik negara atau hal-hal yang berbau tentang pergerakan, revolusi, komunisme, dan lainnya. Mungkin, agak sedikit bingung dengan kosa kata yang muncul pada beberapa bagian paragraf atau percakapan di dalam novel ini.
 
~ Aksara Ningrum


Komentar